Hati yang kupunya dan selalu kujaga ini
pernah koyak bentuknya. Meninggalkan perih yang teramat sangat, banyak
kecewa, marah yang melimpah dan juga gurat luka yang cukup dalam
ukurannya. Walau sesungguhnya aku tahu benar, masih ada serpih-serpih cinta
yang tertinggal di sana. Namun, bukankah sikapku untuk mendiamkanmu tak bisa
disalahkan begitu saja?
Sejujurnya, sekarang ini aku sedang berusaha
menyusun balok-balok percaya yang sempat kau runtuhkan kemarin lusa. Supaya
jika nantinya hubungan ini kembali ada, pondasi kokoh sudah siap untuk menopang
kita berdua. Semoga kau pun sekarang tengah berusaha sekuat raga.
Untuk meyakinkanku demi mendapatkan kembali hatiku dalam bentuknya yang utuh
sempurna.
Senyap memenuhi penjuru ruangan,
meninggalkanmu dan aku yang menggigil dalam keheningan. Tak ada kata-kata yang
bisa kulontarkan dari bibirku yang sedang sibuk mengatup dengan kencang. Kau
yang biasanya punya banyak kata untuk membuatku tertawa, kini hanya bisa
berdiri diam di pojok sana. Menatapku dengan tatapan tak berdaya yang sesekali
diisi dengan gerak tubuhmu yang beringsut mendekat. Namun tentu saja percuma,
karena tingkah lakumu tak berhasil mendapatkan perhatianku dengan genap.
Aku saat itu sedang sibuk sendiri memutar
ulang kata-kata yang baru saja kau lontarkan. Meresapi kalimatmu yang
sebenarnya sungguh tak enak untuk didengar. Bukan kalimat yang biasanya selalu
membuat hatiku melonjak kegirangan, kali itu kau persembahkan sebuah pengakuan
yang membuat hatiku kehilangan kemampuannya untuk merasakan.
Kemudian, benci dan marah tanpa diminta
memberikanku tenaga. Cukup kuat untuk memberikan dorongan kepada tangan demi
menciptakan sebuah tamparan. Namun, niatku itu kuurungkan. Percuma,
pikirku, hanya membuang tenaga saja. Toh, pedas yang kau rasakan di pipi yang meradang tak sebanding
dengan hatiku yang tengah berantakan. Ya, tentu saja aku sedang hancur sehancurnya.
Coba katakan padaku, gadis mana yang tak remuk ketika mendengar pengakuan
mengenai perselingkuhan yang pernah lelaki istimewanya lakukan?
Ragam rasa sempat membuatku tak bisa tenang,
mereka berlomba memenuhi hatiku dan membuatnya kian gaduh. Sakit hati tentulah
yang menjerit-jerit pertama kali, disusul dengan marah
yang menghentak-hentak, lalu kecewa
yang masuk dengan tergesa, juga benci yang turut datang
belakangan, membuat suasana makin ribut. Kini, ruangan di rongga hatiku
kian sesak dan pengap.
Namun, sesungguhnya di balik kegaduhan dan
hingar bingar mereka, aku menyadari betul bahwa cinta masih duduk manis di
kursinya, sama seperti semula. Dia tak pernah bergeser maupun berniat untuk
pergi berjingkat meninggalkan keramaian. Dia selalu tepekur disana, sendirian
menunggu tanpa banyak cakap. Memang pernah dia berniat untuk angkat kaki,
namun kemudian niatnya itu diurungkannya kembali. Ia merasa tak tega jika
jalinan yang sudah bertahan sangat lama ini harus dienyahkan begitu saja.
Walau cinta selalu ada, namun tetap saja
kehadirannya tak membuat suasana menjadi lebih istimewa. Selalu ada si sakit
hati yang menduduki peringkat teratas. Dia sedang ingin menjadi sorotan dan tak
ingin diacuhkan maupun diduakan. Itulah alasan utamaku mengapa tak mengijinkanmu
masuk dulu.
Ketakutan dan kecemasan turut bersua setelah
kehiruk pikukan mereda. Kini merekalah yang setia menemani hari-hariku setelah
benci dan marah pergi. Mereka berdua selalu membuatku merasa waspada, untuk tak
mudah menaruh lagi percaya. Terlebih kepada sosokmu yang sebelumnya pernah
mengguratkan kecewa.
Sebenarnya aku ingin membuka hati kembali.
Namun, ketakutan selalu beringsut mendekat. Disusul dengan buruk sangka yang
juga ikut melekat. Cemas kalau-kalau kau melakukan kesalahan serupa. Mengoyak
lagi cinta yang ada dan membaginya menjadi dua, satu untukku dan satu untuk
wanita lainnya.
Tapi jika boleh jujur, aku pun tak
berniat meninggalkanmu. Tak sampai hati jika harus melepas kenangan
berdua. Enggan rasanya jika harus menitipkan hatiku kepada manusia lainnya.
Memulai lagi jalinan yang baru dan memberikan cinta kepada orang yang berbeda.
Meski begitu, bukan berarti aku telah siap
untuk menerimamu kembali. Cinta dan sayang yang ada tak cukup kuat untuk
membuatku mampu membuka diri.Demi menyembuhkan hati sembari menunggu rasa
percaya semoga segera datang lagi.
Memang manusia tak ada yang
sempurna, selalu ada salah yang akan tercipta dari tindak tanduk mereka. Itulah
yang selama ini kujadikan sandaran supaya bisa memaafkanmu dengan segera. Jangan
kau pikir saat ini aku hanya sedang menyibukkan diri. Aku pun sekarang sedang
berusaha sekuat tenaga untuk memulihkan sakit hati yang ada. Merangkai kembali
asa mengenai masa depan berdua. Juga mencari rasa percaya yang sedang pergi
entah kemana.
"Semoga kau pun juga sama, tak menyerah
berusaha demi meyakinkanku kembali. Dan terlebih lagi, hatiku ini memang
sedang menunggu untuk lebih diperjuangkan lagi"
No comments:
Post a Comment