Menjatuhkan hati pada seseorang yang kita kenal
sejak lama, bukanlah suatu hal yang tak biasa. Sering kali ketika dua orang
berbeda gender menjalin pertemanan hingga bertahun-tahun lamanya, salah satu
pasti ada yang memendam rasa. Dan seringnya, ketika sudah jatuh cinta, rasa itu
hanya terpendam dan takut untuk diungkapkan. Alasannya tak pernah jauh berbeda.
Ini adalah coretan tentang masa lalu yang tak pernah lekang oleh waktu.
Tentang seorang gadis yang pernah bercerita tentang indahnya cinta di masa depan. Bagaimana jika apa yang menjadi keinginan di masa depannya justru adalah yang ia kenal di masa lalu?
Berungkap cinta, atau memendam rasa hingga semua berjalan apa adanya? Seperti sinar surya yang terbit dari cakrawala timur, kau hadir menghangatkan hatiku yang beku. Memberi terang pada hidupku yang abu-abu. Bukankah kala itu bahagia sedang berpihak pada kita?Tawa yang mendengung keras di tengah gersangnya lahan tandus sekolah, memberi sekian juta memori yang sulit kulupakan, karena alam pun tahu, kitalah dua insan yang paling berbahagia dengan cara kita masing-masing.
Ini adalah coretan tentang masa lalu yang tak pernah lekang oleh waktu.
Tentang seorang gadis yang pernah bercerita tentang indahnya cinta di masa depan. Bagaimana jika apa yang menjadi keinginan di masa depannya justru adalah yang ia kenal di masa lalu?
Berungkap cinta, atau memendam rasa hingga semua berjalan apa adanya? Seperti sinar surya yang terbit dari cakrawala timur, kau hadir menghangatkan hatiku yang beku. Memberi terang pada hidupku yang abu-abu. Bukankah kala itu bahagia sedang berpihak pada kita?Tawa yang mendengung keras di tengah gersangnya lahan tandus sekolah, memberi sekian juta memori yang sulit kulupakan, karena alam pun tahu, kitalah dua insan yang paling berbahagia dengan cara kita masing-masing.
Kehadiranmu
membawa bahagia bagi hidupku. Mengetahui namamu, seperti mengetahui cinta telah
datang di ambang pintu hatiku yang mulai terbuka untukmu.
Ketika aku
asyik bermain di bawah terik matahari, berlari ke sana-sini, mencari tahu
apapun yang selalu aku ingin tahu di alam yang indah ini, kau justru membeku di
balik selimut tebalmu sembari menggerakkan tanganmu, membolak-balik halaman
pada bukumu.
Mungkin saat itu, di matamu aku hanya gadis yang terlalu banyak membuang waktu untuk melebarkan tawaku, berteriak tak jelas hingga ruangan kelas itu penuh dengan dengunganku. Namun percayakah, setiap inci gerakan yang kau kira konyol itu, tak sedetikpun aku menyia-nyiakan mataku untuk berlabuh pada mata teduhmu. Memuji segala tindak Sepurnamu.
Mungkin saat itu, di matamu aku hanya gadis yang terlalu banyak membuang waktu untuk melebarkan tawaku, berteriak tak jelas hingga ruangan kelas itu penuh dengan dengunganku. Namun percayakah, setiap inci gerakan yang kau kira konyol itu, tak sedetikpun aku menyia-nyiakan mataku untuk berlabuh pada mata teduhmu. Memuji segala tindak Sepurnamu.
Cause all of
me, loves all of you. Love your curves and all your edges. All your perfect
imperfections.
Kala itu
hujan memberi kejutan bagi kita. Dalam sekejap, tak ada yang berlarian
mengelilingi lahan tandus sekolah itu lagi, atau sekadar berlari kencang demi
mengantri di depan warung bubur di kantin sekolah. Orang itu aku, sedang
berdiri kaku sembari menadahkan danau tanganku—merasakan dingin dari tetesan
air hujan itu.
Kepada yang
lainnya, aku bercerita tentang masa depan. Tentang cinta yang saat itu mulai
tabu diperbincangkan. Yang kami tahu, cinta itu menyejukkan, seperti tetesan
hujan ini. Namun pada kenyataannya, cinta itu indah namun menyesakkan.
Melihatmu tertawa, membuatku merasakan cinta yang dalam. Mengenalmu membuatku tahu tentang indahnya perbedaan. Namun mengetahui perasaan ini hanya dapat tertutup dalam-dalam, membuatku sulit terbiasa seperti sedia kala.Mengapa harus padamu kurasakan jatuh cinta? Mengapa ketika sudah terlalu dalam, aku hanya bisa diam memendam rasa?.Mungkin cinta tak sedang memihakku kala itu. Kini, memiliki waktu untuk sekadar berbincang denganmu menjadi harga yang mahal untuk kudapatkan. Sebagai anak kecil yang haus perhatian, aku tahu rasanya terlupakan.
Melihatmu tertawa, membuatku merasakan cinta yang dalam. Mengenalmu membuatku tahu tentang indahnya perbedaan. Namun mengetahui perasaan ini hanya dapat tertutup dalam-dalam, membuatku sulit terbiasa seperti sedia kala.Mengapa harus padamu kurasakan jatuh cinta? Mengapa ketika sudah terlalu dalam, aku hanya bisa diam memendam rasa?.Mungkin cinta tak sedang memihakku kala itu. Kini, memiliki waktu untuk sekadar berbincang denganmu menjadi harga yang mahal untuk kudapatkan. Sebagai anak kecil yang haus perhatian, aku tahu rasanya terlupakan.
Aku
menghitung waktu untuk kau mengatakan sesuatu barang hal tak penting sekalipun,
namun kau malah asik bercengkerama dan tertawa lepas bersamanya yang katamu ayu
itu. Kau mengaguminya karena parasnya, namun aku mengagumimu atas segala
baik-burukmu.
Apapun itu,
meski buruk bagimu adalah yang perlu untuk kucintai. Aku menyukai segala
yang tertanam di dirimu, namun aku mulai benci jika rasa itu harus kaualihkan
ke lain arah—mengempas yang jauh lebih dulu ada.
Lonceng
kelulusan kita telah berbunyi. Aku melihat binar bahagia atas keberhasilanmu
menjadi sosok yang selalu sempurna di mataku. Apakah artinya perpisahan telah
begitu dekat dengan kita? Tak inginkah sejenak kau duduk di sampingku, kemudian
menyediakan sepuluh detik waktumu untuk mendengar dongeng masa depanku?
Bukan
sebentar bila bertahun-tahun lamanya kulalui tanpa mengetahui kabarmu. Katakan
padaku, berapa mil jarak telah memisahkan kita? Mengharuskanku untuk kembali mengingat
kenangan-kenangan kecil kita di ruang sekolah itu.
Sepatah kata darimu terlalu berarti untuk tak kusimpan dalam hati.
Sepatah kata darimu terlalu berarti untuk tak kusimpan dalam hati.
Mengapa
skenario yang kita mainkan tidak pernah selesai?
Mungkin jika
Tuhan mengizinkanku untuk bertemu denganmu, tak inginkah sekali lagi kau duduk
di sampingku kemudian bertanya kabarku? Aku tak meminta kau bertanya bagaimana
akhir kisah tentang dongeng masa depanku.
Kuyakin kau telah menyimpan skenario lain yang perlu kaumainkan bersama lawan mainmu yang baru — dan kutahu itu bukan aku.
Kuyakin kau telah menyimpan skenario lain yang perlu kaumainkan bersama lawan mainmu yang baru — dan kutahu itu bukan aku.
Kau pemeran utama yang kubutuhkan untuk mengakhiri dongeng agar bahagia seperti apa yang kumau.”