My World

My World

Monday, April 13, 2015

Maukah kau mempercayainya?

Kata orang, hati-hati bicara soal cinta. Dia yang sempat mengambil hatimu belum tentu akan tinggal selamanya. Ketika saatnya tiba, katanya, cinta akan memudar dan yang tinggal hanya perasaan nyaman, perasaan sayang untuk meninggalkan. Yang lebih tragis adalah saat rasa itu benar-benar menghilang, dan dua insan yang mulanya saling mencinta kini bersama hanya karena terpaksa.Jadi katakanlah aku beruntung dalam hal cinta (mungkin karena aku tak mujur di segi-segi hidup yang lainnya). Pasalnya sederhana. Hingga saat ini, cinta yang aku punya masih berkadar sama meski hubungan kita sudah terjalin lama.Aku memang tak terlalu pintar menyampaikan isi hati. Mungkin kata-kata yang kau temukan di sini tak begitu memiliki arti. Ini hanyalah kumpulan alasan mengapa aku masih saja mencintaimu sedalam itu, hingga saat ini, detik ini.Jatuh cinta bukan berarti jaminan hari-hari yang kita lalui selalu bahagia bak dongeng buku cerita. Begitu pula ego yang ada di kepala ini seringkali menunjukkan keji. Mengingatkan bahwa kita ini masih manusia biasa yang menapaki bumi.
Lempar kata yang dibalut dengan nada marah sering kita kecap. Untuk sementara bertekuk lutut pada keegoisan dan mempersilahkannya menggerus pondasi yang sudah kita susun rapi. Tak apa sayang, toh bukankah jatuh cinta tidak selalu bahagia? Bukankah ketika mereguk cinta, kita juga harus rela mencicip sakit serta kecewa yang membuat hati ini sering mati rasa?Kau tak perlu resah, perselisihan kita tak pernah berhasil membuat rasa cintaku punah.Tak hanya marah, rasa jengah juga kadang singgah. Sekali lagi kita hanyalah sebiasa-biasanya manusia. Kau dan aku tentu kerap ditebas rasa jenuh berkali-kali. Namun, kita, terlebih aku, bagai manusia bebal yang sudah hilang akal. Rasa jemu tak pernah membuatku memalingkan muka darimu.Ketika jenuh menginjakkan kakinya untuk mampir sejenak, aku memang membutuhkan waktu untuk menyibukkan diri. Demi menjaga hati ini supaya tetap mengaminimu sebagai pemiliknya. Dan tiap kali rasa jengah berlalu pergi, hatiku selalu saja kembali menggilaimu seperti semula.Sungguh sayang, rasa jenuh tak mampu mengelabuiku untuk mengurangi porsi rasa cinta yang kumiliki. Aku selalu mencintaimu dengan porsi yang sama, dengan hati penuh.Sampai detik ini sudah berapa kali kau menunjukkan sosokmu yang sebenar-benarnya? Aku tak pernah dengan berhati berat meladeni segala tindak tandukmu. Aku menerima baikmu berikut dengan sifat buruk yang melekatimu.Tak apa kau sering terlambat menjemputku, bukankah aku juga sering merepotkanmu dengan ini itu? Aku pun tak pernah mempermasalahkan pribadimu yang dingin dan jarang melempar kata sayang. Aku sungguh paham bahwa kau mencintaiku dengan caramu sendiri. Tanpa banyak kata kau sigap memanggul ranselku saat aku mulai kepayahan. Ya, tanpa banyak kata, kau menunjukkan cinta.Apakah kau sudah hampir mati bosan membaca tulisanku yang tak karuan ini? Tenang saja, kau sudah memasuki penghujungnya.Sayang, entah kau akan mempercayaiku atau bahkan mungkin menerka bahwa aku ini pembual ulung, namun yang pasti aku ingin kau tahu bahwa hingga hari ini aku masih memandangmu dengan tatapan yang sama. Ya, tatapan meremang kala aku menyadari bahwa kau sudah mengambil alih hatiku.Percayalah, dari detik hati kita terpaut hingga hari ini ada, aku masih saja mencintaimu dengan begitu rupa. Sedih, jenuh, marah tak pernah berhasil menggilas rasa yang kupunya.
Aku selalu jatuh cinta padamu tiap harinya.
Maukah kau mempercayainya?

No comments:

Post a Comment